Rabu, 28 Desember 2011

Kaidah Fiqih


Kaidah-Kaidah Fiqhiyah
a.             Pengertian Kaidah Fiqhiyah
Sebagai studi ilmu agama pada umumnya, kajian ilmu tentang kaidah-kaidah fiqh diawali dengan definisi. Defenisi ilmu tertentu diawali dengan pendekatan kebahasaan. Dalam studi ilmu kaidah fiqh, kita kita mendapat dua term yang perlu dijelaskan, yaitu kaidah dan fiqh.
Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Dr. Ahmad asy-syafi’i dalam buku Usul Fiqh Islami, mengatakan bahwa kaidah itu adalah :
اَلْقَضَايَااْلكُلِّيَةُ الَّتِىيَنْدَرِجُ تَحْتَ كُلِّ وَاحِدَةٍمِنْهَاحُكْمُ جُزْ ىِٔيَّاتٍ كَثِيْرَةٍ
Hukum yang bersifat universal (kulli) yangh diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang banyak”.
Sedangkan mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan :



حُكْمُ كُلِّىٌّ يَنْطَبِقُ عَلٰى جَمِيْعِ جُزْىِٔيَّاتِهِ
”Hukum yang biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar bagiannya”.
Sedangkan arti fiqh ssecara etimologi lebih dekat dengan ilmu, sebagaimana yang banyak dipahami, yaitu :
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” (Q.S. At-Taubat : 122)
Dan juga Sabda Nabi SAW, yaitu :
مَنْ يُرِدِاللهُ بِهِ خَيْرًايُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ (روه البخارى ومسلم)
Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya diberikan kepadanya kepahaman dalam agama. (HR. Bukhori Muslim)
Sedangkan menurut istilah, Fiqh adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis) yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci). Jadi, dari semua uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Qawaidul fiqhiyah adalah :
”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu”.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa setiap kaidah fiqhiyah telah mengatur beberapa masalah fiqh dari berbagai bab.[1]
b.             Pembagian Kaidah Fiqh
Cara membedakan sesuatu dapat dilakukan dibeberapa segi :
1.             Segi fungsi, dari segi fungsi, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sentral dan marginal. Kaidah fiqh yang berperan sentral, karena kaidah tersebut memiliki cakupan-cakupan yang begitu luas. Kaidah ini dikenal sebagai al-Qawaid al-Kubra al-Asasiyyat, umpamanya :
العَادَةُمُحَكَّمُةٌ
”Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
Kaidah ini mempunyai beberapa turunan kaidah yang berperan marginal, diantaranya :
الْمَعْرُوْفُ بَيْنَ التِجَارِكَمَالِمَشْرُوْطِ بَيْنَهُمْ
”Sesuatu yang dikenal secara kebiasaan seperti sesuatu yang telah ditentukan sebagai syarat”

التَّعْيِيْنُ بِالْعُرْفِ كَمَالتَّعْيِيْنُ بِالنَّصِ
”Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan seperti ditetapkan dengan naskh”
Dengan demikian, kaidah yang berfungsi marginal adalah kaidah yang cakupannya lebih atau bahkan sangat sempit sehingga tidak dihadapkan dengan furu’.[2]
2.             Segi mustasnayat, dari sumber pengecualian, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: kaidah yang tidak memiliki pengecualian dan yang mempunyai pengecualian. Kaidah fiqh yang tidak punya pengecualian adalah sabda Nabi Muhammad SAW. Umpamanya adalah :
الْبَيِّنَةُعَلَى الْمُدَّعِيْ وَاْليَمِيْنُ عَلَى مَنْ اَنْكَرَ
”Bukti dibebankan kepada penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugat”
Kaidah fiqh lainnya adalah kaidah yang mempunyai pengecualian kaidah yang tergolong pada kelompok yang terutama diikhtilafkan oleh ulama.[3]
3.             Segi kualitas, dari segi kualitas kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :


a)             Kaidah kunci, kaidah kunci yang dimaksud adalah bahwa seluruh kaidah fiqh pada dasarnya, dapat dikembalikan kepada satu kaidah, yaitu :
دَرْءُ الْمَفَاسِدِمُقَدِّمُ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menolak kemafsadatan didahulukan didahulukan daripada meraih kemaslahatan”.
Kaidah diatas merupakan kaidah kunci, karena pembentukan kaidah fiqh adalah upaya agar manusia terhindar dari kesulitan dan dengan sendirinya ia mendapatkan kemaslahatan.
b)             Kaidah asasi, adalah kaidah fiqh yang tingkat kesahihannya diakui oleh seluruh aliran hukum islam. Kaidah fiqh tersebut adalah :
الْاُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا                             
”Perbuatan / perkara itu bergantung pada niatnya”
اْليَقِيْنُ لاَيَزَالُ بِالشَّكِّ
”Kenyakinan tidak hilang dengan keraguan”


الْمَشَقَّةُتَجْلِبُ التَّيْسِرَ
”Kesulitan mendatangkan kemudahan”
الْعَادَةُمُحْكَمَةٌ
”Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
c)             Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni, kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni adalah ”majallah al-Ahkam al-Adliyyat”, kaidah ini dibuat di abad XIX M, oleh lajnah fuqaha usmaniah.\
c.              Sistematika Qawaidul Fiqhiyah
Pada umumnya pembahasan qawaidul fiqhiyah berdasarkan pembagian kaidah-kaidah asasiah dan kaidah-kaidah ghairu asasiah. Kaidah-kaidah asasiah adalah kaidah yang disepakati oleh Imam Mazhahib tanpa diperselisihkan kekuatannya, jumlah kaidah asasiah ada 5 macam, yaitu :
1.             Segala macam tindakan tergantung pada tujuannya
2.             Kemudaratan itu harus dihilangkan
3.             Kebiasaan itu dapat menjadi hukum
4.             Yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan
5.             Kesulitan itu dapat menarik kemudahan.
Sebagian fuqaha’ menambah dengan kaidah “tiada pahala kecuali dengan niat.” Sedangkan kaidah ghairu asasiah adalah kaidah yang merupakan pelengkap dari kaidah asasiah, walaupun keabsahannya masih tetap diakui.
d.      Kaidah-Kaidah Fiqh yang Umum
Kaidah-kaidah Fiqh yang umum terdiri dari 38 kaidah, namun disini kami hanya menjelaskan sebagiannya saja, yaitu :
1.             “ijthat yang telah lalu tidak bisa dibatalkan oleh ijtihat yang baru”[4]
اَلْاِجْتِهَادُلَايَنْقُضُ بِالْاِجْتِهَادِ
Hal ini berdasarkan perkataan Umar bin Khattab :
“itu adalah yang kami putuskan pada masa lalu dan ini adalah yang kami putuskan sekarang”
2.             “apa yang haram diambil haram pula diberikannya”
مَاحَرَمَ فَعَلُهُ حَرَمَ طَلَبُهُ
Atas dasar kaidah ini, maka haram memberikan uang hasil korupsi atau hasil suap. Sebab, perbuatan demikian bisa diartikan tolong menolong dalam dosa.
3.             “Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya, jangan ditinggalkan seluruhnya”[5]
مَالَايَدْرَكُ كُلُّهُ لَايَتْرَكُ كُلُّهُ
4.             “Petunjuk sesuatu pada unsure-unsur yang tersembunyi mempunyai kekuatan sebagai dalil”
Maksud kaidah ini adalah ada hal-hal yang sulit diketahui oleh umum, akan tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan hal tadi. Contoh dari kaidah ini, seperti : Barang yang dicuri ada pada si B, keadaan ini setidaknya bisa jadi petunjuk bahwa si B adalah pencurinya, kecuali dia bisa membuktikan bahwa barang tersebut bukan hasil curian.
5.             “Barang siapa yang mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka menanggung akibat tidak mendapat sesuatu tersebut”
مَنْ تَعَجَّلَ حَقِّهِ اَوْمَابِيْحِ لَهُ قَبْلَ وَقْتِهِ عَلَى وَجْهِ مُحَرَّمٌ عُوْقُبِ بِحَرِّمَانَهُ
Contah dari kaidah ini : Kita mempercepat berbuka pada saat kita puasa sebelum maghrib tiba.


e.              Kaidah-kaidah Fiqh yang khusus
Banyak kaidah fiqh yang ruang lingkup dan cakupannya lebih sempit dan isi kandungan lebih sedikit. Kaidah yang semacam ini hanya berlaku dalam cabang fioqh tertentu, yaitu :
1.             Kaidah fiqh yang khusus di bidang ibadah mahdah
“Setiap yang sah digunakan untuk shalat sunnah secara mutlak sah pula digunakan shalat fardhu”
2.             Kaidah fiqh yang khusuh di bidang al-Ahwal al-Syakhshiyah, dalam hukum islam, hukum keluarga meliputi : pernikahan, waris, wasiat, waqaf dzurri (keluarga) dan hibah di kalangan keluarga. Salah satu dari kaidah ini, yaitu
“Hukum asal pada masalah seks adalah haram”
Maksud kaidah ini adalah dalam hubungan seks, pada asalnya haram sampai datang sebab-sebab yang jelasdan tanpa meragukan lagi yang menghalalkannya, yaitu dengan adanya akad pernikahan.
3.             Kaidah fiqh yang khusus di bidang muamalah atau transaksi
“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Maksud dari kaidah ini adalah bahwa setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti : jual beli, sewa-menyewa, kerja sama. Kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti yang mengakibatkan kemudharatan, penipuan, judi dan riba.
4.             Kaidah fiqh yang khusus di bidang jinayah
Fiqh jinayah adalah hukum islam yang membahas tentang aturan berbagai kejahatan dan sanksinya; membahas tentang pelaku kejahatan dan perbuatannya. Salah satu kaidah khusus fiqh jinayah adalah :
لَايَجُوْزُ لِاَحَدٍ اَنْ يَأْخُذَمَالَ اَحَدٍ بِلَاسَبَبٍ شَرْعِيِّ
“Tidak boleh seseorang mengambil harta orang lain tanpa dibenarkan syari’ah”
Pengambilan harta orang lain tanpa dibenarkan oleh syari’ah adalah pencurian atau perampokan harta yang ada sanksinya, tetapi jika dibenarkan oleh syari’ah maka diperbolehkan. Misalnya : petugas zakat dibolehkan mengambil harta zakat dari muzaki yang sudah wajib mengeluarkan zakat.
5.             Kaidah fiqh yang khusus di bidang siyasah
التَّصْرِفُ عَلَى رَعِيَةِ مُنَوَّطَ بِالْمَصْلَحَةِ
“Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung kepada kemaslahatan”
Kaidah ini menegaskan bahwa seorang pemimpin harus beorientasi kepada kemaslahatan rakyat, bukan mengikuti keinginan hawa nafsunya atau keluarganya maupun golongannya.
6.             Kaidah fiqh yang khusus fiqh qadha (peradilan dan hukum acara)
Lembaga peradilan saat ini berkembang dengan pesat, baik dalam bidangnya, seperti mahkamah konstitusi maupun tingkatnya, yaitu dari daerah sampai mahkamah agung. Dalam islam hal ini sah-sah saja, diantara kaidah fiqh dalam bidang ini yaitu :
“Perdamaian diantara kaum muslimin adalah boleh kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”
Perdamaian antara penggugat dan tergugat adalah baik dan diperbolehkan, kecuali perdamaian yang berisi menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.


[1] Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah ushuliyah dan Fiqhiyah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 95
[2] Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih, (jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002), h. 157
[3] Muchlis Usman, Op.Cit, h. 187
[4] Muchlish Usman, Op. Cit, h. 144
[5] Jaih Mubarok, Op.Cit, h. 76

Selasa, 27 Desember 2011

Badan Lajnah NU


A. Sejarah Nu
Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah. Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur. Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka di dalam NU, tetapi tidak diragukan bahwa penggerak dibalik berdirinya organisasi NU adalah kiai Wahab Khasbullah putera dari kiai Khasbullah dari Tambak Beras,  Jombang , Jawa Timur. Pada tahun 1924 kiai Wahab Khasbullah mendesak gurunya yaitu K.H. Asy’ari untuk mendirikan sebuah organisasi yang mewakili kepentingan dunia pesantren.  Namun ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu ireng K.H. Asy’ari tidak menyetujuinya, karena beliau menilai bahwa untuk mendirikan suatu organisasi semacam itu belum diperlukan. Baru setelah adanya peristiwa penyerbuan Ibn Sa’ud atas Mekkah beliau berubah pikiran dan menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru.
Berdirinya NU dapat dikatakan sebagai ujung perjalanan dari perkembangan gagasan-gagasan yang muncul dikalangan ulama diperempat abad ke-20. Berdirinya NU diawali dengan berdirinya Nahdlatul Tujjar yang muncul sebagai lambang pergerakan ekonomi pedesaan, disusul dengan munculnya Taswirul Afkar sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan dan Nahdlatul Wathon sebagai gerakan politik dalam bentuk pendidikan. Dengan demikian NU didukung oleh tiga pilar utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar tersebut adalah wawasan ekonomi kerakyatan, wawasan keilmuan dan sosial budaya dan wawasan kebangsaan. 
NU menarik massa dengan sangat cepat bertambah banyak, kedekatan antara kiai panutan umat dengan masyarakatnya dan tetap memelihara tradisi di dalam masyarakat inilah yang membuat organisasi Nu berkembang lebih cepat daripada organisasi keagamaan lainnya. 
B.    Badan Otonom
       Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada khususnya, yang berkaitan dengan kelompok peraturan dasar dan peraturan rumah tangga masing-masing masyarakat tertentu yang beranggotakan perseorangan.
Adapun beberapa badan otonom tersebut adalah :
1.      Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
a.         Pengertian dan Lahirnya
Muslimat NU adalah organisasi badan otonom NU yang bergerak dalam pembinaan dan kaderisasi wanita NU para pimpinan dan anggota Muslimat NU adalah wanita NU yang berusia antara 40 tahun sampai dengan meninggal dunia.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 26 Robi’ul Akhir 1365 H bertetapan dengan tanggal 29 Maret 1946 M di Purwokerto, ketika itu NU sedang melaksanakan muktamarnya yang ke-16 di kota yang sama. Muslimat NU berdiri melalui proses panjang, sejak NU menyelenggarakan muktamar yang ke-13 tahu 1938 di kota Menese Jawa Barat, para anggota NU muslimat dan NU wanita, NU telah telah banyak memilki inisiatif bahwa mereka berkehendak untuk bergabung dalam satu wadah tersendiri yangh khusus wanita, baik pimpinan maupun anggota. Waktu itu tokoh muslimat NU yang pertama kali memiliki gagasan adalah R. Siti Djunaisih dari Bandung. Sebab adanya perkumpulan wanita NU tersebut dapat dijadikan wadah untuk pengembangan kader dan kepemipinan bagi kaum ibu atau wanita NU. Namun gagasan tersebut belum membuahkan hasil yang dicita-citakan.
Pada waktu muktamar NU ke-14 tahun 1939 di Magelang gagasan mendirikan wadah bergabungnya para NU muslimat semakin mendapat sambutan yang luas, baik dari kalangan kaum ibu maupun dari kalangan ulama NU itu sendiri. Kemudian pada muktamar NU ke-15 di Surabaya utusan muslimat NU semakin banyak dan mereka resmi sebagai peninjau dalam muktamar, dengan bukti para kaum ibu tersebut membawa mandat dari daerahnya masing-masing. Dalam muktamar NU ke-15 di Surabaya inilah para muktamirin memberikan porsi khusus kepada kaum ibu dengan memberikan kesempatan untuk membentuk komisi khusus kewanitaan.
b.    Struktur Organisasi dan Kepemimpinan Muslimat NU
Muslimat NU memiliki struktur organisasi dan kepemimpinan dari tingkat pusat sampai tingkat pedesaan.
Adapun struktur tersebut adalah :
·         Pucuk Pimpinan (PP) ialah kepempinan yang paling tinggi dan berkedudukan di Ibukota Negara
·         Pimpinan wilayah (PW) ialah kepemimpinan di tingkat Propinsi
·         Pimpinan cabang (PC) ialah tingkat kepemimpinan di tingkat kabupaten
·         Pimpinan anak cabang (PAC) ialah tingkat kepemimpnan di tingkat kecamatan
·         Pimpinakn Ranting (PR) ialah tingkat kepemimpnan di tingkat kelurahan atau desa
c.     Program Pokok :
·      Pengkaderan dan Pengembangan keorganisasian
·      Pengkajian keperempuanan dan kemasyarakatan
·      Pengembangan SDM kaum perempuan
·      Pengembangan pendidikan kejuruan
·      Pengembangan usaha sosial dan advokasi perempuan
2.      Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
a.         Pengertian dan Lahirnya
Fatayat NU adalah sebuah organisasi pemudi Islam di bawah naungan NU. Fatayat NU lahir pada tanggal 7 Rajab 1369 H atau tanggal 24 April 1950, yang bertepatan dengan muktamar NU ke-18 di Jakarta. Sebelum diresmikan Fatayat NU sudah dirintis di Surabaya oleh “Tiga Srangkai” yaitu Murtayiah (Surabaya), Chuzaimah (Gresik) dan Aminah mansyur (Sidoarjo). Pemikiran perintisan tersebut dilandasi perlunya wadah bagi para pemudi NU untuk bergabung dalam satu organisasi untuk memperjuangkan aspirasi wanita.
b.        Struktur Organisasi dan Kepemimpinan Fatayat NU
Struktur organisai Fatayat NU tidak berbeda dengan organisai otonom yang lain yaitu :
·       Tingkat Nasional (Pusat) ialah pimpinan tertinggi Fatayat NU
·       Tingkat Propinsi
·       Tingkat Kabupaten
·       Tingkat Kecamatan
·       Tingkat Desa atau Kelurahan
c.         Tujuan Fatayat NU adalah :
·      Menciptakan pemudi yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, beramal baik, cakap dan bertanggung jawab
·      Terciptanya rasa kesetiaan terhadap azaz, aqidah dan tujuan NU dalam menegakkan syari’at islam
·      Terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang merata serta diridhoi Allah SWT
       Fatayat NU sebagai organisasi perjuangan memiliki landasan perjuangan yang bertitik tolak dari cita-cita dan tujuan
d. Adapun landasan perjuangan Fatayat NU meliputi :
·      Syari’ah islam
·      Amar ma’ruf nahi munkar
·      Bermanfaat
·      Usaha bersama dengan bersifat kekeluargaan
·      Demokrasi
·      Percaya pada diri sendiri
e.         Peranan Fatayat NU dalam pembangunan Nasional :
·      Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, Fatayat NU mengadakakn konsolidasi internal untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas anggota
·      Sebagai organisasi keagamaan, Fatayat NU berperan mengembangkan ajaran islam ahlusunnah waljama’ah sebagai upaya menjawab tantangan zaman dan sekaligus penangkal negatif akibat kemajuan iptek
·      Sebagai organisasi kepemudaan, Fatayat NU telah menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta dalam upaya membangun warga Negara RI dalam sektor kesehatan serta mencari solusi tentang masalah kesehatan balita dan krisis ekonomi
·      Sebagai organisasi wanita, Fatayat NU sangat peduli terhadap peningkatan kualitas wanita Indonesia, agar para wanita Indonesia mampu berperan sejajar dengan kaum pria
3.      Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
a.         Pengertian dan Kelahiran
Gerakan Pemuda Ansor lahir pada tahun 1934 di Surabaya. GP Ansor merupakan organisasi atau wadah berhimpun bagi anak muda atau pemuda NU. GP Ansor menjadi organisasi otonom NU karena memiliki pedoman dasar dan Pedoman Rumah Tangga (PD / RT) sendiri. Dimana didalam PD / RT GP Ansor berhak mengatur kehidupan dan perjalanan organisasinya sendiri, baik berupa kegiatan kaderisasi maupun kebijaksanaan organisasi. Meskipun demikian bukan berarti GP Ansor terlepas sama sekali dengan NU, GP Ansor dalam pengambilan keputusan dan sikap organisasinya tetap berpedoman pada prinsip-prinsip yang dimiliki oleh NU.
b.        GP Ansor Sebagai Organisasi Kader
GP Ansor sebagai organisasi pemuda NU merupakan organisasi kader, artinya bahwa didalam tubuh GP Ansor terdapat para kader NU, oleh karena itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh GP Ansor lebih terfokus pada kegiatan kaderisasi.
c.         Struktur Organisasi GP Ansor
Seperti halnya muslimat NU dan Fatayat NU, GP Ansor juga memiliki struktur organisasi yang sama, yaitu Pucuk Pimpinan (PP), Pimpinan Wilayah (PW), Pimpinan Cabang (PC), Pimpinan Anak cabang dan Pimpinan Ranting (PR).
d.        GP Ansor dan Banser
 Keamanan yang disebut Banser (Barisan Ansor Serbaguna), ialah sebuah pasukan GP Ansor yang bertugas sebagai pasukan keamanan. Tugas Banser adalah mengamankan setiap ada kegiatan-kegiatan NU, dan membantu keamanan kepada seluruh rakyat Indonesia.
e.         Program Pokok GP Ansor
·           Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian
·           Pengembangan wawasan kebangsaan
·           Pengembangan SDM dibidang ekonomi, politi, budaya dan iptek
4.      Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
IPNU lahir pada tanggal 20 Jumadil Akhir tahun 1373 H atau bertepatan dengan tanggal 24 Februari 1954 M, sedangkan IPPNU pada tanggal 8 Rajab 1374 H atau 2 Maret 1955 M. Organisasi ini beranggotakan para anak-anak NU yang remaja yaitu antara usia 13 sampai 25 tahun.
IPNU dan IPPNU ini kebanyakan beranggotakan pelajar yang masih duduk dibangku sekolah, tetapi tidak menutup kemungkinan anak muda-mudi NU yang telah lulus sekolah pun dan bahkan para mahasiswa ikut serta dalam aktifitas IPNU atau IPPNU.
IPNU atau IPPNU sebagai organisasi kader NU ikut berperan aktif bersama-sama dengan NU dalam mensosialisasi komitmen nilai kebangsaan dan pembinaan potensi sumber daya anggota yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran aswaja dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pancasila.
a.         Tatanan sikap dan nilai yang dimiliki IPNU dan IPPNU antara lain :
·           Menjunjung tinggi nilai dan norma ajaran agama Islam
·           Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
·           Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berjuang
·           Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT
·           Selalu siap beradaptasi terhadap perubahan yang membawa kemaslahatan manusia
·           Menjunjung tinggi persaudaraan, persatuan, serta kasih mengasihi
Selain tatanan diatas IPNU dan IPPNU juga memilki fungsi secara internal antara lain :
·           Wadah perhimpunan putra NU untuk mrlanjutkan semangat jiwa dan nilai nahdliyah
·           Wadah komunikasi putra NU untuk menggalang ukhuwah Islamiyah
·           Wadah kaderisasi putra NU untuk mempersiapkan kader-kader bangsa dimasa mendatang
b.      Struktur Organisasi IPNU dan IPPNU
     Tidak berbeda dengan struktur-struktur organisasi yang lain yakni dimulai dari pusat hingga pedesaan
·           Tingkat Nasional atau pusat yaitu Pucuk Pimpinan (PP)
·           Tingkat Propinsi yaitu Pimpinan Wilayah (PW)
·           Tingkat Kabupaten yaitu Pimpinan Cabang (PC)
·           Tingkat Kecamatan yaitu Pimpinan Anak Cabang (PAC)
·           Tingkat Kelurahan yaitu Pimpinan Ranting (PR)
·           Tingkat Komisariat yaitu Pondok Pesantren dan sekolah
c.       Program Pokok
·           Pengkadiran dan pengembangan keorganisasian
·           Pengkajian sosial kemasyarakatn
·           Pengembangan kreatifitas pelajar
·           Penggalangan dana beasiswa bagi pelajar yang kurang mampu
·           Pendidikan dan Pembinaan remaja pengandang masalah sosial
Sebagai bentuk tahapan dalam proses kaderisasi di lingkungan NU, umur badan otonom berbasis usia sepeti Ansor NU, Fatayat NU, IPNU dan IPPNU yang ada dalam lingkungan NU sekarang secara bertahap akan dimudahkan. Berdasrakan keputusan Muktamar NU ke-32 di Makasar, batasan usia Ansor NU dan Fatayat NU adalah 40 tahun turun dari 45 tahun dari peraturan yang sebelumnya, sementara IPNU dan IPPNU dibatasi maksimal 30 tahun.
Meskipun sudah disepakati untuk Ansor dan Fatayat maksimal berusia 40 tahun, ada pengecualian yaitu peraturan ini berklaku setelah konggres masing-masing yang artinya calon ketua umum dan pengurus periode lima tahun yang akan datang masih diizinkan berusia diatas 40 tahun.
Menurut kiai Abbas untuk IPNU dan IPPNU idealnya maksimal berusia 22 tahun, karena untuk usia tersebut mereka telah menyelesaikan kuliah sarjananya. Berdasarkan pengamatan banyak pengurus IPNU ditingkat cabang yang sudah lulus program pasca sarjana, sistuasi ini dinilai kurang baik dalam proses pengkaderan di NU, seperti contoh ada seseorang ketika menjadi ketua IPNU masih dalam jenjang kelas dua SMA sehingga pada saat menjabat sebagai ketua cabang ia bergelar S2, itu merupakan suatu kemunduran. Jika dilihat dari akses pengetahuan dan mobilitas generasi sekarang sebenarnya mendapat kemudahan yang luar biasa, karena tersedianya fasilitas internet, buku-buku dan alat komunikasi baru seperti hand phone (HP), kendaraan bermotor yang memudahkan untuk beraktifitas. Tetapi fasilitas tersebut tidak diiringi dengan proses pendewasaan sebagaimana generasi sebelumnya yang lebih cepat mencapai kedewasaan dan memikul tanggung jawab yang besar. Akibatnya sekarang dalam berorganisasi mereka cenderung terlambat, namun demikian hal seperti ini tidak boleh terus berlangsung dan ditata secara bertahap dan kebijakan.
C.       Lembaga
Lembaga adalah perangkat departemensasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
Lembaga yang ada ditingkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama  yang ditetapkan di Angaran Rumah Tangga adalah :
1.         Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang penyiaran agama Islam Ahli Sunnah wal-Jamaah
2.         Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran baik fprmal maupun nonformal selain pondok pesantren
3.         Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama (LS Mabarrot NU) bertugas melaksanakan kebijakan Nahdladul Ulama dibidang sosial dan kesehatan
4.         Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LP NU) bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama
D.       Lajnah
Lajnah NU adalah perangkat NU untuk melaksanakan program NU yang memerlukan penanganan khusus.
       Adapun nama dan tugas-tugasnya yang ada di tingkat Pengurus Besar adalah :
1.         Lajnah Falaqiyah bertugas mengurus masalah hisab dan ru’yah
2.         Lajnah Ta’lif wan Nasyr bertugas dibidang penerjemahan, penyusunan dan penyebaran kitab-kitab menurut paham Aswaja dan bentuk-bentuk penerbitan lain
3.         Lajnah Waqfiyah atau Auqof Nahdlatul Ulama bertugas menghimpun, mengurus dan mengelola tanah serta bangunan yang diwakafkan kepada Nahdlatul Ulama
4.         Lajnah zakat, infaq dan shodaqoh bertugas menghimpun, mengelola dan mentasyarufkan zakat, infaq dan shodaqoh
5.         Lajnah Bahtsaul Massail Diniyah bertugas menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah maudlu’iyah dan waqi’iyyah yang harus segera mendapatkan kepastian hukum
Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing tingkat kepengurusan Nhdlatul Ulama. Pembentukan Lajnah wilayah, cabang dan MWC dilakukan sesuai kebutuhan penenganan program khusus dan tenaga yang tersedia.
E. Kesimpulan
Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah. Ada tiga permusyawaratan untuk lingkungan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)  Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yaitu :
1.    Badan Otonom yaitu meliputi :
a.    Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
b.    Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
c.    Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
d.   Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU)
e.    Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
2.    Lembaga yaitu meliputi :
a.    Lembaga Dakwah Nahdlatu Ulama (LDNU)
b.    Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU)
c.    Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama (LS Mabarrot NU)
d.   Lembaga pendidikan Nahdlatul Ulama (LP NU)
3.    Lajnah yaitu meliputi :
a.       Lajnah falakiyah
b.      Lajnah Ta’lif wan Nasyr
c.       Lajnah Auqof Nahdlatul Ulama
d.      Lajnah zakat, infaq dan shodaqoh
e.       Lajnah Bahtsul Massail Diniyah
Dengan demikian NU didukung oleh tiga pilar utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar tersebut adalah wawasan ekonomi kerakyatan, wawasan keilmuan dan sosial budaya dan wawasan kebangsaan.

DAFTAR PUSTAKA


1.     Rosihan Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia 2007
2.     Ensiklopedi Islam. Azyumardi Azra